Fitrah Seksualitas
Presentasi kelompok 6 Bunsay Gabungan Jabar
Day 7
Presentasi kelompok 6 Bunsay Gabungan Jabar
Day 7
Fitrah Seksualitas dan Pentingnya Membangkitkannya
Menurut Ustadz Harry Santosa, penulis buku Fitrah Based Education, Fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati. Menumbuhkan Fitrah ini banyak tergantung pada kehadiran dan kedekatan pada Ayah dan Ibu.
Riset banyak membuktikan bahwa anak anak yang tercerabut dari orang tuanya pada usia dini baik karena perang, bencana alam, perceraian, boarding school dll akan banyak mengalami gangguan kejiwaan, sejak perasaan terasing (anxiety), perasaan kehilangan kelekatan atau attachment, sampai kepada depresi. Kelak ketika dewasa memiliki masalah sosial dan seksualitas seperti homoseksual, membenci perempuan, curiga pada hubungan dekat dsbnya.
Pengertian Media dan Media Digital
Media pada dasarnya merupakan sarana untuk menyampaikan suatu pesan.
Jenis-jenis media:
- Media Visual : yaitu media yang hanya dapat dilihat, seperti : foto, gambar, poster, kartun, grafik dll.
- Media Audio : media yang hanya dapat didengar saja, seperti : kaset audio, mp3, radio.
- Media Audio Visual : media yang dapat didengar sekaligus dilihat, seperti : film bersuara, video, televisi, sound slide
- Multimedia : media yang dapat menyajikan unsur media secara lengkap, seperti : animasi. Multimedia sering diidentikan dengan komputer, internet dan pembelajaran berbasis komputer.
- Media Realita : yaitu media nyata yang ada di lingkungan alam, baik digunakan dalam keadaan hidup maupun sudah diawetkan, atau media yang merupakan tiruan aslinya seperti : binatang, spesimen, herbarium, dll.
Sedangkan yang disebut media digital adalah media yang dikodekan dalam format yang dapat dibaca oleh mesin (machine-readable).
Program-program komputer dan perangkat lunak seperti citra digital, digital video; video games; halaman web dan situs web, termasuk media sosial; data dan database; digital audio, seperti mp3, mp4 dan e-buku adalah contoh media digital.
Penggunaan media dapat memiliki pengaruh yang kuat pada pembentukan nilai, karakter dan kebiasaan anak.
Beda Zaman, Beda Cara Mengasuh
Setiap zaman selalu memiliki tantangan dan kegelisahan yang harus dijawab. Sebagaimana ditulis Cahyadi Takariawan, zaman kakek moyang kita, mungkin mereka sibuk menasehati anak agar tidak terus menerus duduk di dekat radio untuk mendengarkan siaran.
Di zaman orang tua kita, mereka sibuk menasehati anak-anak agar tidak kecanduan tayangan televisi.
Di zaman kita, semua sibuk mengkondisikan anak agar tidak kecanduan gadget. Lima tahun dari sekarang, persoalan sudah berganti lagi.
Di zaman orang tua kita, mereka sibuk menasehati anak-anak agar tidak kecanduan tayangan televisi.
Di zaman kita, semua sibuk mengkondisikan anak agar tidak kecanduan gadget. Lima tahun dari sekarang, persoalan sudah berganti lagi.
Di masa sekarang, anak adalah generasi digital, sedangkan orangtua adalah generasi imigran digital. Generasi Digital: Individu yang lahir setelah adopsi teknologi digital. Generasi Imigran Digital: Individu yang lahir sebelum munculnya teknologi digital.
Salah satu tantangan pengasuhan era digital adalah mampu melindungi anak-anak dari ancaman era digital, tetapi tidak menghalangi potensi manfaat yang bisa ditawarkannya
Paparan Media Digital Masa Kini
Kekuatan Media Digital
1. Lebih Komprehensif
Perbedaan paling utama dan mendasar adalah kemampuan media digital dalam melaporkan peristiwa dengan lebih komprehensif pada pembaca/audiens. Sebuah berita di era digital tak hanya terdiri dari teks dan foto, tapi juga tautan ke semua peristiwa sebelumnya yang mengawali momen termutakhir dari berita bersangkutan.
Dengan satu klik, pembaca bisa dibawa ke harta karun informasi digital yang bisa menjelaskan sejarah, kronologi dan konteks dari peristiwa yang tengah diberitakan. Peranan ini tentu saja tidak dimiliki oleh media cetak. Contoh konten yang digemari anak - anak hingga dewasa adalah youtube
2. Lebih Otentik
Berita digital juga berpotensi lebih otentik, karena bisa menampilkan realitas secara lebih utuh. Bisa ada video di halaman yang sama dengan teks dan foto, sesuatu yang jelas menambah kredibilitas dan akurasi dari informasi yang dimuat di sana. Misalnya, saat seorang anak mengetik atau mencari informasi tentang sesuatu tentang seks maka bisa didapat dengan jelas dan akurat tanpa ada potongan apapun
3. Big Data
Media digital yang belum banyak digali adalah kemampuannya menampilkan big data atau data besar. Semua angka-angka hasil survei kesehatan, survei demografi, sensus, angka-angka hasil pemantauan bertahun-tahun, kini sudah banyak tersedia sebagai data digital terbuka (open data) dan dengan mudah dapat diakses di internet. Jurnalisme data akan menjadi tulang punggung utama jurnalisme di era digital, karena teknik ini memungkinkan publik mengakses data mentah dengan utuh, tanpa perantara dari pakar, pemerintah atau pengamat.
Untuk itu, jurnalis harus belajar dan berusaha keras mencari semua data-data yang relevan buat publik, membersihkannya dan menganalisanya, untuk kemudian ditampilkan dengan visualisasi yang mudah dipahami audiens. Hal itu sangat penting agar data tak berhenti sebatas angka, namun bisa jadi pengetahuan yang berguna.
4. Interaksi Langsung
Yang satu ini menjadi kemampuan media digital yang tidak ditemukan di media cetak manapun, yakni kemampuannya untuk terhubung langsung dengan pembaca. Relasi atau engagement antara media, jurnalis dan pembaca kini memasuki era baru. Pembaca kini adalah bagian dari redaksi, bagian dari newsroom di era digital. Mereka bisa memberikan tips, bocoran, saran, komentar, secara real time, pada redaksi. Aturan baku di media sosial adalah: selalu ada yang lebih tahu dari kita di luar sana.
Pola diseminasi informasi di era digital kini multi arah, tak lagi hanya searah dari ruang redaksi yang “maha tahu” ke lautan pembaca yang perlu “diberi tahu”. Media massa kini adalah bagian dari percakapan publik, dimana produksi informasi tak lagi dimonopoli jurnalis.
Kelemahan Media Digital
- Kebebasan Informasi
Kebebasan informasi yang tidak diberikan aturan membuat media digital memiliki sisi kelemahan yang fatal bagi pengguna yang tidak memiliki batasan atau aturan dalam penggunaannya. Terkadang informasi yang diterima adalah informasi - informasi tidak sesuai atau lebih dikenal dengan istilah “HOAX / Berita Palsu”
- Akses Untuk Konten Pornografi Mudah diakses
Permasalahan yang sering timbul dari lemahnya aturan akan penggunaan media digital adalah dengan mudahnya mengakses konten pornografi. Ini adalah satu kelemahan media digital yang masih belum mampu untuk menutup atau mempersulit akses menuju konten - konten negatif yang akan mempengaruhi penggunanya
- Kebebasan Berekspresi
Kebebasan berekspresi dalam menggunakan media digital pun menjadi salah satu nilai kelemahan media digital masa kini, kenapa? Karena hal ini menyebabkan munculnya gambar - gambar bebas berekspresi dari pengguna yang sudah kadung mengalami penyimpangan. Misal; munculnya gambar - gambar tidak pantas, munculnya LGBT, munculnya kegiatan - kegiatan yang membawa pengaruh buruk bagi pengguna media digital yang tak memiliki kekuatan dalam diri tentang penggunaan media tersebut,
Sifat Pornografi
Saat ini yang membuat pornografi menjadi semakin berbahaya dengan kehadiran internet adalah karena internet mengandung unsur 4A.dengan kecanggihan internet mengandung unsur 4 A, yaitu :
- Accessible; Mudah diakses dimanapun kapanpun
- Affordable; Terjangkau. Bahkan tanpa biaya.
- Anonim; Rahasia. Tanpa diketahui org lain.
- Aggressive; Bersifat menyerang, mengejar konsumennya. Karena saat ini pornografi disebarkan tidak lagi melalui situs namun bahkan ke medsos pribadi, yang terkadang memunculkan gambar-gambar “berbahaya” di home kita, yang kita sendiri sebetulnya tidak menghendaki. Pornografi ini pada anak akibatnya bisa lebih parah daripada orang dewasa, karena anak-anak sebetulnya belum cukup berkembang PFCnya. Sehingga, mereka cenderung menyerap dan meniru begitu saja apapun yang dilihat.
Dampak Pornografi
1. Kecanduan
Berbagai konten pornografi yang muncul melalui iklan, media sosial, games, film, video klip, ataupun tontonan di atas awalnya akan membangkitkan rasa penasaran terlebih dahulu pada anak, bahkan saat tidak sengaja melihat sekalipun. Rasa penasaran inilah yang menjadi dorongan anak-anak untuk melihat lebih banyak konten pornografi lainnya.
Selain itu, kecanduan ini dipicu oleh pengeluaran hormon dopamin pada otak sehingga akan menimbulkan perasaan bahagia ketika menonton konten pornografi. Bila tidak segera dicegah, bukan tidak mungkin kecanduan terhadap konten pornografi dapat terjadi pada anak.
2. Merusak otak
Pornografi dapat merusak otak anak, tepatnya pada salah satu bagian otak depan yang disebut Pre Frontal Cortex (PFC). Hal ini disebabkan karena bagian PFC yang ada di otak anak belum matang dengan sempurna. Jika bagian otak ini rusak, maka dapat mengakibatkan konsentrasi menurun, sulit memahami benar dan salah, sulit berpikir kritis, sulit menahan diri, sulit menunda kepuasan, dan sulit merencanakan masa depan.
3. Keinginan mencoba dan meniru
Dampak lain yang dirasakan anak setelah melihat pornografi adalah keinginan untuk mencoba dan meniru. Ini berkaitan dengan terpengaruhnya mirror neuron. Mirror neuron adalah sel-sel otak yang mampu membuat anak seperti merasakan atau mengalami apa yang ditontonnya, termasuk pornografi. Hal ini dapat mendorong anak untuk mencoba dan meniru apa yang dilihatnya.
4. Mulai melakukan tindakan seksual
Jika tidak diawasi, anak-anak yang terpapar pornografi ini bisa saja mencoba melakukan tindakan seksual untuk mengatasi rasa penasarannya.
Mengapa anak senang media digital?
Anak dan remaja rentan merasa BLAST, media digital bisa ‘mengobati’. Bored, Lonely, Angry, Stressed, Tired. Anak bosan dengan kegiatan sehari-harinya. Anak merasa kesepian, tidak ada teman bicara. Anak tertekan dengan berbagai target prestasi dari orang tua. Anak marah dengan berbagai peraturan yang dirasa terlalu mengekang. Anak lelah dengan kesehariannya.
Mereka menemukan “teman” yang mampu memahami mereka. Mereka menemukan “obat” yang bisa menghilangkan BLAST walaupun secara semu.
Ketika kita berada dalam kondisi BLAST akan menuntut otak untuk melakukan sesuatu yang menstimulasi keluarnya dopamin pada otak. Jika berada di dalam kondisi ini kita melihat media digital yang bisa menyediakan apa saja, bahkan pornografi, maka otak kita akan mengeluarkan dopamin. Sehingga timbullah rasa ketagihan, dan keinginan untuk mengulanginya kembali.
Dan media digital dengan keunggulannya tadi yaitu mampu memberikan informasi dengan cepat, mampu menghadirkan data - data otentik dengan tepat, mampu memberikan ruang informasi yang banyak dan mampu membuat kita merasa berinteraksi langsung dengan media yang sedang kita gunakan.
Contoh umum yang terjadi pada anak misalnya, anak saat ini senang dengan konten “youtube” yang mampu memberikan akses video - video yang mereka mau dengan cepat dan akurat bahkan hingga bervariasi tayangannya. Inilah yang menjadikan anak begitu senang jika sudah bergelut dengan media digital, contoh kecilnya juga di televisi. Kehebatan media digital dalam menghadirkan gambar atau informasi inilah yang membuat anak senang dengan media digital bahkan hal ini pun berlaku pada orang dewasa.
Menjaga Fitrah Seksualitas Di Era Digital
Pemahaman Agama Anak
Ada perbedaan yang jauh antara mengajarkan agama dengan menumbuhkan ghirah fitrah keimanan. Beragama belum tentu beraqidah. Anak yang banyak diajarkan agama belum tentu memiliki ghirah keimanan dan belum tentu mengamalkannya, tetapi anak yang ghirah fitrah keimanannya tumbuh paripurna akan selalu mendalami agama dan mengamalkannya sepanjang hidupnya, senantiasa memuliakan Allah dan RasulNya juga Islam dan Ulamanya. Tidak ada pendidikan agama yang lebih baik selain teladan dari orang tuanya.
Berikan kesan positif tentang agama. Kenalkan Allah sejak dini dari ciptaanNya.saat anak mengenal Allah dengan baik maka mereka akan tkut kepada Allah. Sehingga akan merasa diawasi allah setiap saat. Ghirah keimanan ini akan menhadi benteng saat mereka menggunakan technology.Ayah dan bunda harus menjadi sholeh dan sholeha maka anak anak pun insya Allah akan sholeh sholeha.
Peran Ayah dan Ibu dalam Menjaga Fitrah Seksualitas
Mendidik fitrah seksualitas adalah terbangunnya attachment (kelekatan) serta suplai ke ayahan dan suplai keibuan. Seperti yang sudah dibahas oleh beberapa kelompok lainnya. Pada usia 0-2 tahun ialah masa merawat kelekatan (attachment) awal. Di usia 3-6 tahun saat menguatkan konsep diri berupa identitas gender. Saat usia 7-10 tahun waktunya untuk menumbuhkan dan menyadarkan potensi gendernya. Usia 11-14 Tahun adalah waktu yang tepat untuk mengokohkan fitrah seksualitas.
Orang Tua yang Kreatif dan Smart Teknologi
Salah satu upaya orang tua dalam memberikan pendidikan bagi anak dalam keluarga di era digital seperti sekarang adalah dengan memberikan pendampingan dalam penggunaan teknologi bagi anak. Melalui pendampingan tersebut, orang tua dapat mengawasi anak dan mengarahkan konten-konten positif bagi anak untuk menggunakan kemajuan teknologi secara tepat sesuai dengan masa tumbuh kembang anak. Orangtua sebagai pendidik anak harus mengupayakan melalui interaksi sehari-hari tentang bagaimana menggunakan teknologi digital dan berbagai media online dengan baik, aman dan benar (Przybylski, dkk,dalam Hendriani, 2017).
Mengasuh anak di era digital, menuntut para orangtua lebih kreatif dalam rangka mengurangi frekuensi penggunaan gadget yang tidak perlu. Bentuk kreativitas orangtua dalam hal ini antara lain: (1) Menyediakan alternatif bermain, ,in door, out door, bersepeda, lari, main bola, (2) Menyalurkan minat anak, seperti : olah raga, bela diri, science, menari, balet, badminton, sepak bola dan sebagainya, (3) Menyediakan alat-alat yang mendukung anak untuk berkreasi, (4) Menyediakan variasi kegiatan seperti memasak, berkebun, membuat pra karya, mewarnai dan menggambar, (5) Mengajak anak mengenal lingkungan, (6) Bertamu ke tetangga, teman, dan saudara.
Penanganan anak jika sudah terpapar dan rusak fitrah seksualitasnya.
- Lihat dulu seberapa parah tingkat addiction-nya/kasusnya.
- Jika tidak terlalu parah, orang tua harus membekali anaknya tentang literasi digital. Anak diperkenalkan cara melindungi diri, mengetahui bahaya dan kejahatan online, bagaimana menjaga pandangan sesuai anjuran Islam, dll. Selain itu juga perkuat bonding dengan anak dengan cara bermain bersama, menonton tayangan edukasi bersama, mendongeng/bercerita bersama, perbanyak aktivitas di luar rumah bersama anak, dsb.
- Jika sudah parah terpaparnya, maka lebih baik orang tua berkonsultasi ke Psikolog. Psikolog lebih memahami perkara seperti ini. Kita butuh psikolog karena psikolog adalah pihak ketiga, sehingga netral (tidak subyektif) dan kemungkinan besar nasehatnya akan lebih mudah dituruti oleh anak daripada nasihat orang tuanya sendiri.
Panduan penggunaan media digital
Kenalkan Fungsi Media Digital
Media digital seperti smartphone, tablet, dan televisi memiliki fungsinya masing-masing. Kenalkan anak dengan fungsi utamanya.
Utamanya, media digunakan sebagai alat komunikasi seperti menelepon, sms, chatting, video chatting kepada keluarga dan keluarga. Selanjutnya media digital tsb juga berfungsi sebagai alat produksi atau alat untuk bekerja seperti belajar, membuat dokumen, membuat gambar, membuat video, berjualan online dsb. Fungsi terakhirnya ialah sebagai alat hiburan seperti menonton video.
Sebaiknya, media digital digunakan sebagai alat hiburan secukupnya saja.
Berikan Batasan Penggunaan sesuai Usia Anak
- Anak usia di bawah 18 bulan sebaiknya tidak ada paparan media digital sama sekali kecuali keperluan video chatting.
- Anak usia 2-5 tahun paling banyak terpapar media digital 1 jam sehari dengan pendampingan penuh dari orang tua.
- Anak usia 6 tahun ke atas sebaiknya tidak lebih dari 2 jam menggunakan media digital.
Di usia 6 -17 tahun, sebaiknya anak tidak belum diizinkan memiliki akun media sosial. Jika terpaksa memiliki akun media sosial untuk kebutuhan komunikasi keluarga dan sekolah, anak sebaiknya sudah memahami literasi digital. Yaitu seperangkat skills yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan di era digital yang muncul karena meluasnya teknologi dan media di seluruh aspek kehidupan. Literasi digital mencakup tiga hal berikut ini: literasi teknologi informasi & komunikasi, literasi media, dan literasi informasi.
Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Literasi teknologi tidak hanya mencakup kemampuan mengoperasikan teknologi dengan lancar, tetapi juga berkaitan dengan sikap dan kebiasaan baik ketika menggunakan teknologi.
Pada dasarnya, literasi teknologi mencakup dua hal berikut:
1. Mampu menggunakan perangkat digital untuk mengakses, mengolah, mengintegrasi, menciptakan dan mengkomunikasikan informasi
Kemampuan dasar yang perlu dimiliki di antaranya:
· menggunakan perangkat digital dan perlengkapannya (komputer, smartphone, printer, speaker, dll),
· mengoperasikan beberapa software dasar seperti word processor, spreadsheet, software presentasi dan pengolah gambar sederhana,
· menggunakan browser dan mesin pencari,
· berkomunikasi secara online menggunakan email, video call, chat, dan media sosial.
2. Mampu menggunakan teknologi dengan aman, beretika dan bertanggung jawab
Sikap dan kebiasaan yang perlu dibangun pada anak antara lain:
· mampu melindungi privasi dan keamanan diri saat berinternet,
· menjaga etika ketika berkomunikasi online,
· menghargai karya orang lain,
· menjaga keseimbangan aktivitas dengan dan tanpa perangkat digital.
Jadi, meskipun anak telah mahir mengoperasikan laptop atau smartphone, jangan lupa untuk memastikan bahwa ia juga telah mampu bertanggung jawab atas perilakunya dalam menggunakan teknologi.
Literasi Informasi
1. Mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan
Misalnya, anak memahami ketika ingin membuat kue ia membutuhkan resep, dan ketika mendapat hadiah hewan peliharaan ia butuh mencari tahu bagaimana cara merawatnya.
2. Mencari informasi secara efektif
Anak memahami ada berbagai saluran untuk mencari informasi (Google Images untuk mencari gambar, Google News untuk mencari berita, dll) dan mampu menggunakan kata kunci secara efektif.
3. Mengevaluasi informasi
Anak yang lebih tua diharapkan dapat membedakan website yang dapat dipercaya dan tidak, situs resmi dan personal, fakta dan opini, serta berita asli dan hoax.
4. Menggunakan informasi untuk menyelesaikan permasalahan
Misalnya, anak mampu mengerjakan tugas sekolah dengan merangkum informasi yang ditemukannya di internet, atau mencetak resep kue untuk dimasak di dapur.
5. Menghargai sumber informasi
Anak selalu mencantumkan sumber yang digunakannya baik berupa teks maupun gambar.
Literasi Media
Literasi media adalah kemampuan mengevaluasi media dan pesan yang dikandungnya dengan lima konsep berikut:
- Author – Siapa yang membuat pesan ini?
- Format – Teknik apa yang digunakan agar saya tertarik melihatnya?
- Audience – Siapa saja yang menjadi sasaran dan bagaimana mereka menangkap isi pesan ini?
- Message – Pesan apa yang sedang disampaikan?
- Purpose – Apa tujuan pesan ini?
Aturan penggunaan media digital di rumah
Membatasi penggunaan media digital sesuai dengan usia anak.
Membuat aturan penggunaan internet/media digital di rumah sesuai kesepakatan bersama.
Waktu/durasi
Misalnya: maksimal 2 jam sehari, atau anak-anak hanya boleh membuka media digital (internet, medsos, YouTube, dsb) hanya pada pukul 19.00 – 20.00 WIB malam saja. Setelah itu seluruh gadget harus dimatikan dan tidak ada lagi penggunaan gadget untuk anak.
Kategori media yang boleh dan tidak boleh
Anak hanya boleh bermain games multimedia dan menonton konten/siaran/channel yang telah dipilihkan oleh orang tuanya. Misalnya: hanya boleh menonton film-film yang bernuansa Islami, memiliki nilai moral, atau menambah wawasan pengetahuan pada jam multimedia yang telah disepakati. Untuk anak-anak usia di atas 10 tahun, membuat kesepakatan bersama anak tentang kategori media digital apa yang boleh dan tidak boleh.
- Zona bebas gadget
Sesuaikan dengan value keluarga atau kesepakatan bersama.
Semua device yang digunakan anak-anak memiliki jam kerja tersendiri dan akan mati secara otomatis pada jam yang ditentukan.
Misal: HP/smartphone memiliki waktu penggunaan maksimal 1 jam. Televisi boleh ditonton maksimal 1 jam, dsb.
Kontrol orang tua
1. Orang tua memberi password pada semua gadget di rumah (termasuk password untuk akses internet), sehingga anak tidak bisa membukanya sembarangan sebelum diijinkan/sebelum waktunya/tanpa sepengetahuan orang tua.
2. Mem-filter semua situs yang berbahaya bagi anak-anak.
3. Mengikuti/follow anak di media sosial (jika anak sudah agak dewasa dan memiliki media sosial).
4. Memanfaatkan fitur “save search” di Google.
5. Menggunakan aplikasi parental control. Keunggulannya adalah konten yang dicari/di-search anak bisa disaring. Untuk aplikasi parental control (terutama yang berbayar) dapat mengirimkan data mengenai informasi apa saja yang dicari anak ke email orangtua.
6. Menyambungkan saluran Youtube ke TV di rumah, sehingga orang tua bisa turut melihat atau minimal mendengar apa yang sedang ditonton anak.
7. Orang tua turut mendampingi anak ketika anak sedang bermain gadget. Usahakan orangtua mengerjakan sesuatu atau aktivitas lain di samping anak, sehingga orang tua bisa ikut mengontrol.
8. Bila menemukan konten negatif, orangtua dapat melaporkan (report) ke Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Facebook, dan Youtube. Youtube akan memberi perhatian khusus pada institusi-institusi yang melaporkan konten negatif seperti ICT Watch, laporan bisa disampaikan dengan memberi tahu link atau judul konten negatif via email ke flag@ictwatch.id
Referensi
Ayuningtyas, Chitra H. 2017. Literasi Digital, Siapkan Anak Menyongsong Era Digital Abad ke-21, https://digitalmama.id/literasi-digital-abad-21/
Barkiah, Kiki. 2015. 5 Guru Kecilku: Bagian II. Bandung. Mastakka Publishing.
Sabrina, Gabrella. 2018. Literasi Media Digital & Pengasuhan Anak. http://www.koalisiperempuan.or.id/2018/04/16/literasi-media-digital-pengasuhan-anak/
Santosa, Harry. 2017. Fitrah Based Education.
Nasikhul Abid, Muhammad. Yayasan Mutiara Timur.
Langkah-Langkah Penggunaan Media Pembelajaran. https://dosenmuslim.com/pendidikan/langkah-langkah-penggunaan-media-pembelajaran-audio/
Takariawan, Cahyadi. 2018. Pedoman Pendidikan Anak di Era Digital. https://www.kompasiana.com/pakcah/5b85c753aeebe11eba075015/8-pedoman-pendidikan-anak-di-era-digital?page=1
Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2016. Mendidik Anak di Era Digital. Diakses melalui https://www.fres.co.id/mendidik-anak-di-era-digital/
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2016. Mendidik Anak di Era Digital. Diakses melalui https://www.fres.co.id/mendidik-anak-di-era-digital/
Jenis-Jenis Media Pembelajaran. https://www.asikbelajar.com/jenis-jenis-media-pembelajaran/
#kuliahbunsayIIP
#fitrahseksualitas
#level11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar