Minggu, 11 Agustus 2019

Level 11 Day 3

Day 3
Peran Orang Tua Dalam Membangkitkan Fitrah Seksualitas


*A. Pengertian Peran & Fitrah Seksualitas*

Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto (2002:243), yaitu peranmerupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.
Pengertian fitrah seksualitas adalah membangkitkan, menumbuhkan dan merawat fitrah sesuai gendernya.
Seorang laki-laki merasa, berfikir, bertindak dan bersikap sebagai laki-laki, begitupun seorang perempuan.
Jadi, Peran Orangtua dalam membangkitkan Fitrah seksualitas Anak adalah merupakan suatu kewajiban dalam sebuah pengasuhan.
seperti yang kita ketahui dalam pengertian tersebut . Peran adalah suatu hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Seperti Peran kita sebagai Orangtua, kita mempunyai Hak dan Kewajiban dalam menjaga fitrah Anak, termasuk fitrah seksualitas nya.
Jadi, Peran orangtua sangat penting dalam membangkitkan seksualitas anak ?

*PENTING* bangettttttt buuuuk !

*B. Pentingnya peran orangtua dalam membangkitkan fitrah seksualitas*

Untuk Membangkitkan Fitrah Seksualitas harus dimulai dari Peran Orangtua, Orangtua harus punya kesadaran terlebih dahulu, terutama kesadaran tentang Agama.


Menurut Hasan Al-Banna, Kesadaran Meliputi :
1. Kesadaran Agama secara Individu / Pribadi
2. Kesadaran Agama yang dicapai oleh keluarga
3. Kesadaran Agama yang dicapai oleh Masyarakat secara umum
4. Kesadaran Agama yang dicapai oleh Pemerintah


Kesadaran dari Pribadi sendiri sebagai Orangtua, sangat begitu penting dalam membangkitkan Fitrah Seksualitas. Kita Sebagai Orangtua harus sudah mempersiapkan diri dimulai jauh sebelum anak lahir. kemudian berlanjut setelah anak dilahirkan hingga ajal menjemput

Kedekatan secara parallel / bertahap akan membuat anak secara imaji mampu membedakan sosok lelaki dan perempuan, sehingga mereka secara alamiah paham menempatkan dirinya sesuai seksualitasnya, baik cara bicara, cara berpakaian maupun cara merasa, berfikir dan bertindak sebagai lelaki atau sebagai perempuan dengan jelas. Ego sentris mereka harus bertemu dengan identitas fitrah seksualitasnya, sehingga anak di usia 3 tahun dengan jelas mengatakan "saya perempuan" atau "saya lelaki"

Jadi dalam mendidik fitrah seksualitas, figur ayah ibu senantiasa harus hadir sejak lahir sampai Aqil Baligh. Sedangkan dalam proses pendidikan berbasis fitrah, mendidik fitrah seksualitas ini memerlukan kedekatan yang berbeda beda untuk tiap tahap.

*C. Tahapan Mendidik Fitrah Seksualitas*

*1. Usia 0 -2 tahun*
Dekatkan anak dengan ibunya. Pada usia 0-2 tahun, anak masih menyusu pada ibunya.Menyusui adalah pondasi penguatan konsepsi semua fitrah.
*2. Usia 3-6*
Pada tahapan ini penguatan konsepsi gender dengan penggambaran positif gender masing-masing. Anak laki-laki dan perempuan harus didekatkan dengan kedua orang tuanya. Indikator pada tahapan ini adalah anak dapat menyebutkan dengan jelas dan bangga dengan gendernya di usia tiga tahun.
*3. Usia 7-10 *
Penyadaran potensi gender dengan aktivitas yang relevan dan beragam sesuai gendernya.
Ayah mengajak anak laki-laki berperan dan beraktivitas sebagai laki-laki di kehidupan sosialnya. Termasuk menjelaskan tentang mimpi basah, fungsi sperma, dll.
Ibu mengajak anak perempuan beraktivitas sebagai perempuan di kehidupan sosialnya. Dijelaskan tentang menstruasi, dll.
Indikator pada tahap ini, anak laki-laki mengagumi ayahnya dan anak perempuan mengagumi ibunya.
*4. Usia 11-14 (pre aqil baligh)*
Tahap pengujian eksistensi melalui ujian di kehidupan nyata.
Anak laki-laki didekatkan dengan ibunya dan memahami cara pandang perempuan (ibunya).Anak perempuan didekatkan dengan ayahnya dan memahami cara pandang laki-laki (ayahnya).
Indikator pada tahapan ini adalah persiapan dan keinginan menjadi ayah bagi anak laki-laki dan menjadi ibu bagi anak perempuan.
*5. Usia 15 tahun*
Penyempurnaan fitrah seksualitas sehingga berperan keayahbundaan. Pada tahapan ini anak sudah dibebani beban syariah, dan berubah stastusnya menjadi mitra orang tua. Anak sudah siap berperan sebagai ayah dan bunda sejati

*D. Prinsip Fitrah Seksualitas Anak*

*Prinsip 1*
Fitrah seksualitas memerlukan kehadiran, kedekatan, kelekatan anak sejak lahir sampai usia 15 tahun dengan figur ayah dan ibu secara utuh dan seimbang.

*Prinsip 2*
Ayah berperan memberikan suplai maskulinitas dan ibu memberikan suplai femininitas. Anak-anak laki-laki mendapatkan suplai 75% maskulinitas, dan 25% femininitas, sedangkan anak perempuan 75% femininitas dan 25% maskulinitas.

*Prinsip 3*
Penumbuhan fitrah seksualitas yang paripurna, melahirkan lelaki yang mempunyai peran keayahan sejati dan perempuan yang berperan kebundaan sejati. Mereka memiliki ahlak yang mulia terhadap pasangan dan keturunannya.
Jika anak kehilangan sosok ayah atau bunda, maka harus dicarikan figur pengganti dari keluarga atau komunitas

*E. Perintah Bagi Orangtua Menjaga Fitrah Anak dalam Al-Quran atau Hadist*

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.”



فَلَمَّا وَضَعَتۡہَا قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ وَضَعۡتُہَاۤ اُنۡثٰی ؕ وَ اللّٰہُ اَعۡلَمُ بِمَا وَضَعَتۡ ؕ وَ لَیۡسَ الذَّکَرُ کَالۡاُنۡثٰی ۚ وَ اِنِّیۡ سَمَّیۡتُہَا مَرۡیَمَ وَ اِنِّیۡۤ اُعِیۡذُہَا بِکَ وَ ذُرِّیَّتَہَا مِنَ الشَّیۡطٰنِ الرَّجِیۡمِ

“Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.” Padahal Allah lebih tahu apa yang dia lahirkan, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan. ”Dan aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk.”

*F. Riset*
Riset banyak membuktikan bahwa anak anak yang tercerabut dari orangtuanya pada usia dini baik karena perang, bencana alam, perceraian, dll akan banyak mengalami gangguan kejiwaan, sejak perasaan terasing (anxiety), perasaan kehilangan kelekatan atau attachment, sampai kepada depresi. Kelak ketika dewasa memiliki masalah sosial dan seksualitas seperti homoseksual, membenci perempuan, curiga pada hubungan dekat dsbnya.

*G. Menurut Ahli (Harry Santosa)*

Pendidikan fitrah seksualitas berbeda dengan pendidikan seks. Pendidikan fitrah seksualitas dimulai sejak bayi lahir.
Fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berfikir, merasa dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati.
Menumbuhkan Fitrah ini banyak tergantung pada kehadiran dan kedekatan pada Ayah dan Ibu.


Sesi Tanya Jawab :

Nama : ida
Domisili : Cirebon
Pertanyaan :

“apa dampaknya jika tahapan fitrah seksualitas itu terlewati salah satu atau dua tahap dan apa yg harus dilakukan orangtua jika sudah terlanjur terlewati tahapannya?”

Jawaban :

*Jika Anak Laki-Laki Tidak dekat dengan Ayah*
1. Emosi yang tidak stabil
Dampak buruk yang pertama adalah ketidakstabilannya emosi si anak. Anak laki-laki yang tidak dekat atau bahkan kehilangan sosok ayah akan cenderung mudah depresi, mudah frustasi , emosi yang mudah berubah, agresif dan mudah cemas.
Anak dengan emosi yang buruk seperti ini tentu akan memberi dampak juga pada kehidupan sosial, pengendalian diri serta pengambilan keputusan saat dia telah dewasa kelak.
2. Selalu berusaha cari perhatian dari lingkungan
Anak yang kurang kasih sayang ayah atau dalam psikologi diisitilahkan sebagai fatherless cenderung mencari perhatian dari lingkungannya. Anak dengan kondisi seperti ini sering berbuat hal-hal aneh, membuat kenakalan dan juga iseng untuk mendapat perhatian dari lingkungan.
Dalam beberapa kondisi anak yang tidak dekat dengan ayah mencari pengakuan dari lingkungan dengan ambisi menjadi ketua, public figur, artis. Mereka butuh pembuktian dan pengakuan dari lingkungan sekitar.
3. Kesulitan untuk menjadi ayah dan suami yang baik
Guru pertama kita tentulah ayah dan ibu kita. Jika ada anak laki-laki maka dia akan belajar pertama kali bagaimana menjadi seorang ayah sekaligus seorang suami tentu dari ayahnya sendiri. Dia melihat bagaimana ayahnya memperlakukan dirinya sebagai anak dan juga memperlakukan ibunya sebagai istri.
Anak yang tidak bersama dengan ayah semenjak kecil tentu akan kehilangan kesempatan untuk belajar hal ini. Sehingga pada akhirnya malah dia akan ikut-ikutan seperti pola yang dilakukan oleh ayahnya. Misalkan sang ayah pergi meninggalkannya sewaktu kecil maka saat menikah dia pun berpotensi untuk meninggalkan anaknya kelak. Seperti kata pepatah buah takkan jatuh jauh dari pohonnya. Tentu hal ini tidak terjadi jika sang anak belajar dan ingin menjadi lebih baik dibandingkan dari ayahnya.


*Jika Anak Laki-Laki Tidak dekat dengan Ibu*
Kelak saat menjadi suami, cenderung akan bersifat kasar dan kaku
Kelak susah memahami perasaan istrinya
Tidak mesra dengan anak nya nanti.

*Jika Anak Perempuan Tidak dekat dengan Ibu*
Karakter keibuannya akan hilang
Kelak cenderung menjadi introvert

*Jika Anak Perempuan Tidak dekat dengan Ayah*
Pergaulan yang tidak terkontrol hingga terjerumus pergaulan bebas Saat anak perempuan tidak mendapatkan kasih sayang, kelembutan dan kedekatan dari sosok ayah dalam hidupnya cenderung akan mencari sosok tersebut di luar. Satu hal yang banyak terjadi adalah saat dia menemukan apa yang dia cari selama ini dari laki-laki lain, pacarnya. Dia mendapatkan kasih sayang, dihargai dan didengarkan sehingga dia rela memberikan apapun pada laki-laki tersebut, termasuk kehormatannya. Jadilah ini sebagai awal baginya terjeremus pada pergaulan bebas.
Sulit untuk percaya dan menerima laki-laki sebagai suaminyaDalam beberapa kasus anak perempuan yang jauh dari ayah biasanya menyimpan dendam pada ayahnya. Mungkin sebab ayah yang mengecewakan ibunya, ayahnya berselingkuh atau pergi tanpa mempedulikan dia sama sekali. Pada akhirnya anak yang mengalami hal ini sulit untuk percaya pada laki-laki, ia bahkan cenderung menyamakan kalau laki-laki semuanya sama.Ujung dari dampak buruknya adalah sulitnya anak perempuan ini menemukan jodohnya atau malah trauma untuk menikah.
Tidak menemukan jodoh yang idealSalah satu kewajiban seorang ayah terhadap anak perempuannya adalah mencarikan calon suami terbaik untuk anaknya. Baik agamanya, baik akhlaknya dan tentu juga baik asal usul keluarganya. Jika seorang ayah abai dan tidak peduli pada anaknya, tentu sang anak mencari jodohnya sendiri tanpa memperhatikan kriteria-kriteria jodoh terbaik yang sudah ditentukan oleh Islam.


Apa yang harus dilakukan ??
Orangtua tetap melanjutkan tahapan selanjutnya dengan terus memberikan konsep konsep tentang fitrah seksual yg terlewat sebelumnya.
Orangtua harus mempunyai kesadaran diri untuk membayara hutang pegasuhan, terutama sang Ayah. Sang Ayah bisa medekatkan diri dengan Anak dengan berbagai kegiatan positif yg dilakukan bersama. Seperti berkemah bersama, bermain panah bersama, berdiskusi bersama, menonton bersama, dll. (untuk Anak laki-laki)
Untuk Anak Perempuan Ibu bisa mendekatkan diri dengan anak dengan cara berdiskusi Bersama tentang kewanitaan, belajar Bersama, belanja Bersama, Menjahit Bersama, Ddll
  ------------------------------------------------------------------



Nama : melia sari
Domisili : Genteng,  Banyuwangi
Pertanyaan :

“apakah memberi tugas harian ke anak usia 7-10 th seperti menyapu untuk anak laki2, menyalahi tahapan membangkitkan fitrah seksualitas anak?”

Jawaban :

Seorang anak laki-laki akan tumbuh menjadi pria dewasa, yang suatu saat akan menikah dan memiliki anak-anak. Bagaimana bisa si anak laki-laki memimpin anak dan istrinya menuju kehidupan bahagia, jika ia tak memahami dan mampu melakukan tugas rumah tangga sederhana seperti membersihkan bak mandi atau membersihkan debu yang menempel di perabotan rumah?
Bukankah melimpahkan semua tugas di rumah pada istri atau asisten rumah tangga hanya akan mencetak anak yang manja dan minim pengetahuannya tentang cara membuat rumah aman dan nyaman untuk seluruh anggota keluarga? Lalu akan seperti apakah jadinya negara ini di masa depan karena  kasih sayang berlebihan para orang tua melarang anak melakukan apapun selain belajar dan bersekolah?
Mulailah saat ini juga mengajarkan anak laki-laki Anda tentang cara membersihkan rumah, Bunda. Berikanlah tugas rumah tangga yang paling ringan dulu seperti mengelap meja, menata rak sepatu atau membereskan mainannya sendiri. Anda dapat menambahkan tugas rumah tangga lainnya beberapa saat setelah Si Kecil mulai bisa bersih-bersih meski tanpa disuruh.
Salah satu sunnah yang mungkin mulai ditinggalkan para suami adalah membantu istri dan pekerjaannya di rumah, semoga para suami bisa menerapkan sunnah ini walaupun hanya sedikit saja. Beberapa suami bisa jadi cuek terhadap pekerjaan istri di rumahnya apalagi istri pekerjaannya sangat banyak dan anak-anak juga banyak yang harus diurus dan dididik.
‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi shalat” (HR Bukhari).
Hal ini merupakan sifat tawaadhu’ (rendah hati) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mencontohkannya pada manusia, padahal beliau adalah seorang pimpinan dan qadhi tertinggi kaum muslimin. Bisa jadi ada suami yang merasa diri menjadi rendah jika melakukan perbuatan dan pekerjaan rumah tangga karena ia adalah orang besar dan berkedudukan bahkan bos di tempat kerjanya.

Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata menjelaskan hadits ini,

من أخلاق الأنبياء التواضع ، والبعد عن التنعم ، وامتهان النفس ليستن بهم ولئلا يخلدوا إلى الرفاهية المذمومة

“Di antara akhlak mulia para nabi adalah tawaadhu’ dan sangat jauh dari suka bersenang-senang (bermewah-mewah) dan melatih diri untuk hal ini, agar mereka tidak terus-menerus berada pada kemewahan yang tercela (mewah tidak tercela secara mutlak).” (Fathul Bari kitab adab hal. 472)

Membantu istri bisa dilakukan dengan pekerjaan sederhana, terkadang membantu hal yang sederhana saja sudah membuat senang dan bahagia para istri, semisal menyapu emperan saja, mencuci piring dan lain-lainnya.
Dalam hadits lainnya, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan hal-hal sederhana untuk membantu istri-istri beliau semisal mengangkat ember dan menjahit bajunya.

عن عروة قال قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ  صلى الله عليه وسلم  إِذَا كَانَ عِنْدَكِ قَالَتْ مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ

Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ia bersamamu (di rumahmu)?”, Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember” (HR Ibnu Hibban).
------------------------------------------------------------------------------


Nama : Selvi
Domisili : Sukabumi
Pertanyaan :

“Bagaimana pandangan dari para bunda kelompok 3 dengan besarnya arus medsos yang tanpa sadar membentuk penyimpangan terhadap peran gender anak? Terimakasih”

Jawaban :

”Jika peran peran orangtua yang kami sebutkan tadi bisa di lakukan dengan maksimal. Insha Allah, hal hal dari luar seperti medsos dan lingkungan tidak bisa menembus benteng yang telah dibuat orang tua”


Sumber
https://www.elmina.id/3-dampak-buruk-jika-ayah-tidak-dekat-dengan-anak-laki-laki/
https://muslim.or.id/39376-sunnah-membantu-istri-di-rumah.html
https://id.theasianparent.com/anak-laki-laki-juga-perlu-diajarkan-bersih-bersih-rumah


Inilah hasil diskusi kelompok 3 dengan tema "Peran Orang tua dalam membangkitkan fitrah seksualitas"

Mantap dan keren👍👍


#kuliahbunsayIIP
#level11
#Peranorangtuadalammembangkitkanfitrahseksualitas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar